9Dnews – Yani Maryani (49) merasakan pahitnya pasrah ketika harta benda yang telah ia kumpulkan selama bertahun-tahun menghilang tersapu banjir bandang. Pada Kamis lalu, wilayah rumahnya di Kampung Lamajang Peuntas, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, menjadi korban banjir bandang akibat jebolnya tanggul Sungai Cigede. Yani, yang sehari-hari mengelola warung kelontong, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana amukan Sungai Cigede tak terbendung oleh tanggul.
Etalase, kulkas, serta barang dagangan senilai puluhan juta rupiah lenyap dalam sekejap, terbawa arus banjir hanya dalam hitungan menit. “Aduh, saya pas kejadian udah gelap, bingung, udah pasrah aja, air gede banget kaya tsunami setinggi dada orang dewasa,” ungkap Yani saat ditemui sedang membersihkan sisa-sisa banjir di rumahnya pada Selasa (16/1/2024).
Baca Juga : Banjir di Musi Rawas Menelan Korban, Pelajar SMP Meninggal Dunia di Bawah Rumah
Tidak hanya warung tempatnya mencari nafkah yang habis dilanda Sungai Cigede, namun uang senilai Rp 156 juta dan emas seberat 50 gram milik Yani juga ikut terbawa arus. Uang dan emas yang telah dikumpulkannya sejak tahun 2000 itu lenyap dalam hitungan saat.
Yani menjelaskan bahwa di Kampung Lamajang, banjir sudah menjadi “sahabat lama” bagi warga sekitar. Namun, biasanya, air yang datang hanya setinggi mata kaki saat hujan turun. Bahkan, setelah dibangun folder air atau kolam retensi Andir, banjir pun lebih terkendali. Namun, kejadian Kamis lalu berbeda. Saat itu, Yani dan anaknya mendapatkan informasi bahwa curah hujan di wilayah Kota dan Kabupaten Bandung sedang tinggi. Dengan pengalaman mereka, air dipastikan akan “bertamu”.
Untuk mengantisipasi, mereka bersiap-siap membereskan isi rumah, termasuk barang-barang di warung. Uang dan emas yang biasanya disimpan di kamar juga dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi. Namun, saat banjir datang, Yani mengaku mendengar suara benturan keras dari arah tanggul. Rumahnya hanya berjarak 15-20 meter dari tanggul yang akhirnya jebol.
Air melimpah melawati batas tanggul, dan tak lama kemudian, tanggul pun jebol. Pada saat itu, Yani berada di warung bersama anaknya. Saat air semakin tinggi, Yani menggendong anaknya dan saling berpegangan dengan anggota keluarganya, berusaha mencari jalan keluar. Suaminya berada di bagian depan rumah menahan etalase yang terjungkal akibat terbawa arus.
“Dug.. dug.. dug, kayak ada yang membentur gitu,” kata Yani menggambarkan suara yang terdengar. Tiba-tiba, air melimpah, melibas setiap benda di depannya. Mereka berusaha mencari jalan keluar melalui belakang rumah, karena di depan air sudah besar dan material kayu yang terbawa arus sudah menahan pintu keluar.
Hanya lewat belakang rumahlah satu-satunya jalan, karena di depan air sudah besar dan material kayu yang terbawa arus sudah menutup pintu keluar. Yani mengaku bahwa suara-suara jeritan ketakutan warga tidak terdengar, yang terdengar hanya gemuruh air yang melibas setiap benda di depannya.
Baca Juga : Tersangka Pembacokan Ditangkap Saat Bersembunyi di Atap Rumah Kosong
Di tengah kebingungan, tiba-tiba dinding rumahnya sebelah kanan ambruk. “Jadi kami bisa menyelamatkan diri melewati dinding yang ambruk ini,” kata Yani. Baginya, kejadian tersebut merupakan banjir terbesar selama dia tinggal di Kampung Lamajang. “Banjir kali ini sekaligus besar, airnya datang seperti tsunami, tembok juga sampai roboh. Saat kejadian hanya terpikir untuk menyelamatkan nyawa,” ujarnya.
Meski kehilangan harta benda, Yani bersyukur karena keluarganya selamat. Awalnya, dia berpikir bahwa kehidupannya akan terganggu dengan hilangnya uang dan perhiasan. “Namun, setelah dipikir kembali, kalau masih rezekinya pasti bisa ketemu. Alhamdulillah, kalau tidak mungkin bukan rezeki. Semoga bisa mendapatkan yang lebih,” pungkasnya dengan harapan baru di tengah keprihatinan.
[…] Baca Juga : Ketika Uang Rp 156 Juta dan Emas 50 Gram Menghilang Tersapu Banjir Bandang […]